Banjir Bali Dikaitkan dengan Fungsi Lahan, Walhi Menolak Pernyataan Koster

Gubernur Bali, Wayan Koster, baru-baru ini menanggapi banjir besar yang melanda Kota Denpasar. Ia membantah bahwa kejadian ini disebabkan oleh alih fungsi lahan, yang sering kali dikaitkan dengan perubahan penggunaan lahan yang masif di daerah tersebut.

Dalam penjelasannya, Koster menyatakan bahwa alih fungsi lahan terjadi terutama di wilayah luar Denpasar, seperti di kawasan Kuta Utara dan Gianyar. Menurutnya, banjir tersebut lebih dipengaruhi oleh kondisi lingkungan dan aliran sungai daripada perubahan penggunaan lahan di Kota Denpasar.

Koster menegaskan bahwa perlu ada evaluasi lebih lanjut mengenai masalah banjir ini. Ia berencana untuk memeriksa sungai-sungai yang ada di Bali, khusunya Sungai Tukad Badung, untuk menentukan penyebab sebenarnya dari banjir yang terjadi.

Penilaian Terhadap Banjir dan Penyebabnya di Denpasar

Pemantauan sungai-sungai di Bali merupakan langkah awal yang akan dilakukan oleh Pemerintah Provinsi. Koster berkomitmen untuk meneliti kondisi fisik dan ekosistem sungai dari hulu hingga hilir.

Langkah ini diharapkan dapat memberikan gambaran jelas mengenai kerusakan ekosistem yang ada. Koster percaya bahwa perubahan pada ekosistem sungai dapat berdampak langsung terhadap kondisi hidrologis di Kota Denpasar.

Menurut Koster, penting untuk mengevaluasi sungai untuk menentukan apakah ada kerusakan yang membahayakan. Hal ini penting untuk mencegah terulangnya peristiwa banjir di kemudian hari.

Dua Sisi Pendapat tentang Alih Fungsi Lahan

Di sisi lain, Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Bali, Made Krisna Dinata, mengkritik pernyataan yang dikeluarkan oleh Koster. Ia menyatakan bahwa data menunjukkan adanya alih fungsi lahan di Kota Denpasar yang cukup signifikan.

Berdasarkan data yang dimiliki Walhi, ditemukan bahwa sebanyak 780 hektare lahan di Denpasar telah berubah fungsi dalam kurun waktu lima tahun. Angka tersebut menandakan adanya pengurangan lahan pertanian yang cukup drastis.

Krisna mempertanyakan bukti yang dimiliki Koster mengenai tidak adanya alih fungsi lahan di Denpasar. Dalam pandangannya, informasi yang ada menunjukkan sebaliknya dan perlu diselidiki lebih lanjut.

Dampak Degradasi Lingkungan Terhadap Banjir di Bali

Alih fungsi lahan yang terjadi di Bali, terutama lahan pertanian, menjadi isu penting yang perlu diperhatikan. Krisna menjelaskan bahwa pergeseran penggunaan lahan menjadi pemicu utama terjadinya bencana seperti banjir.

Dalam jangka waktu lima tahun, lahan pertanian di beberapa kabupaten di Bali mengalami penurunan yang signifikan. Hal ini berpotensi mengganggu sistem irigasi tradisional yang dikenal dengan sebutan subak.

Subak memiliki peran yang sangat penting dalam menjaga keseimbangan ekosistem dan pengelolaan air di Bali. Kehilangan lahan pertanian dan sistem subak ini berdampak pada ketahanan air di pulau tersebut.

Rekomendasi untuk Mengatasi Masalah Banjir di Bali

Dari penelitian yang dilakukan, beberapa rekomendasi muncul untuk mengatasi fenomena banjir yang semakin sering terjadi. Pemerintah diharapkan untuk menghentikan segala bentuk pembangunan yang berpotensi menyebabkan alih fungsi lahan.

Moratorium terhadap pembangunan akomodasi pariwisata sangat diperlukan untuk menjaga keseimbangan ekosistem di Bali. Mengingat lahan yang tersisa sangat vital untuk pengelolaan air dan ketahanan pangan daerah.

Penting untuk melakukan penegakan beragam regulasi yang ada terkait rencana tata ruang. Hal ini untuk memastikan bahwa pembangunan tidak merusak lingkungan dan ekosistem alam yang ada di Bali.

Related posts