Pemerintah Indonesia, melalui Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi), berencana untuk menerapkan kebijakan registrasi kartu SIM berbasis biometrik dengan teknologi pengenalan wajah. Kebijakan ini dijadwalkan mulai berlaku pada 1 Januari 2026 dan diharapkan mampu meningkatkan akurasi identitas pelanggan seluler serta menanggulangi maraknya kejahatan digital yang kian meningkat.
Langkah ini menjadi penting, mengingat penipuan digital yang marak terjadi sering kali memanfaatkan nomor telepon sebagai alat utama dalam penipuan. Dengan menggunakan teknologi biometrik, diharapkan identitas pelanggan dapat lebih terjaga, melindungi mereka dari berbagai modus kejahatan siber yang ada.
Proses awal pelaksanaan registrasi biometrik akan bersifat sukarela, di mana pelanggan baru dapat memilih metode registrasi hybrid hingga akhir Juni 2026. Namun, setelah tanggal tersebut, seluruh pelanggan baru diharuskan menggunakan metode biometrik saat mendaftar kartu SIM mereka.
Pentingnya Registrasi Kartu SIM Berbasis Biometrik dalam Era Digital
Kebijakan registrasi berbasis biometrik dicanangkan sebagai tanggapan atas tingginya angka penipuan digital yang terjadi di Indonesia. Menurut Edwin Hidayat Abdullah, Direktur Jenderal Ekosistem Digital Komdigi, penipuan digital telah mencapai kerugian yang signifikan, melampaui Rp7 triliun setiap tahunnya.
Modus-modus penipuan ini, seperti scam call, spoofing, smishing, dan social engineering, seringkali memanfaatkan penyalahgunaan identitas nomor telepon. Data menunjukkan bahwa lebih dari 30 juta panggilan penipuan terjadi setiap bulannya, menciptakan kekhawatiran di kalangan masyarakat mengenai keamanan informasi pribadi mereka.
Statistik dari Indonesia Anti Scam Center (IASC) mencatat lebih dari 383.626 rekening yang terindikasi penipuan dengan total kerugian mencapai Rp4,8 triliun hingga September 2025. Angka ini sangat mencolok, terutama ketika dibandingkan dengan jumlah pelanggan seluler yang telah terverifikasi mencapai lebih dari 332 juta nomor.
Kesiapan Operator Seluler dalam Implementasi Kebijakan Biometrik
Asosiasi Penyelenggara Telekomunikasi Seluruh Indonesia (ATSI) telah menunjukkan kesiapan penuh operator seluler dalam mendukung kebijakan registrasi SIM biometrik. Marwan O. Baasir, Direktur Eksekutif ATSI, menjelaskan bahwa kebijakan ini sangat penting untuk melindungi hak dan kepentingan pelanggan di tengah kemajuan digital yang cepat.
Dengan semakin banyaknya layanan yang bergantung pada nomor telepon, termasuk mobile banking dan akses layanan publik, diperlukan sistem identifikasi yang lebih kuat. Implementasi registrasi biometrik diyakini mampu mencegah identitas ganda dan memperkecil kemungkinan terjadinya kejahatan, seperti SIM swap fraud.
Selama masa transisi, pelanggan baru masih memiliki pilihan untuk mendaftar menggunakan NIK atau melalui verifikasi biometrik. Namun, setelah 1 Juli 2026, seluruh pelanggan baru wajib menggunakan biometrik, sementara pelanggan lama tidak diwajibkan untuk mengikuti perubahan ini.
Dampak Kebijakan terhadap Keamanan Digital Masyarakat
Pengenalan registrasi kartu SIM berbasis biometrik diharapkan dapat membawa dampak positif terhadap keamanan digital masyarakat. Dengan meningkatkan validitas identitas pelanggan, kebijakan ini bisa mengurangi risiko kejahatan siber yang melibatkan nomor telepon.
Selain itu, langkah ini bisa meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap berbagai layanan digital yang ada. Masyarakat diharapkan merasa lebih aman saat melakukan transaksi online, karena identitas mereka lebih terjaga dengan adanya sistem yang lebih komprehensif.
Kebijakan ini juga merupakan kelanjutan dari sistem “know your customer” (KYC) yang telah diterapkan sejak 2005. Dengan berfokus pada teknologi biometrik, pemerintah bertujuan untuk menciptakan lingkungan digital yang lebih aman dan terpercaya bagi semua pengguna.
Tantangan dan Harapan setelah Implementasi Kebijakan
Meskipun kebijakan registrasi biometrik menjanjikan banyak keuntungan, ada tantangan dalam pelaksanaannya yang perlu diperhatikan. Edukasi bagi masyarakat terkait cara penggunaan dan manfaat dari sistem ini menjadi hal yang krusial agar semua orang dapat beradaptasi dengan baik.
Selain itu, infrastruktur teknologi yang memadai juga menjadi syarat untuk mendukung kebijakan ini. Pemerintah dan penyelenggara telekomunikasi perlu bekerja sama untuk memastikan bahwa sistem yang dibangun dapat diakses oleh seluruh masyarakat, termasuk di daerah terpencil.
Harapan besar tertuju kepada kebijakan ini untuk menjadi solusi dalam memerangi penipuan digital di tanah air. Dengan dukungan dari semua pihak, registrasi kartu SIM berbasis biometrik diharapkan dapat memberikan keamanan lebih bagi pengguna ponsel dan meningkatkan kualitas layanan telekomunikasi di Indonesia.