Keputusan yang dikeluarkan oleh Pengadilan Arbitrase Olahraga (CAS) bukanlah berita baik bagi Federasi Senam Israel (IGF). Mereka mengalami penolakan banding terkait masalah visa, yang mengakibatkan enam atlet mereka tidak dapat berpartisipasi dalam Kejuaraan Dunia Senam 2025 di Jakarta.
Setelah menerima respon dari CAS, Sekretaris Jenderal IGF, Sarit Shenar, menyatakan rasa kekecewaannya. Ia menegaskan bahwa kesempatan yang hilang ini merupakan pukulan berat bagi para atlet yang telah berusaha keras untuk tampil di ajang internasional ini.
Banding tersebut ditolak pada 14 Oktober, dikonfirmasi melalui rilis resmi yang dikeluarkan oleh CAS. Menurut rilis itu, kedua permohonan dari IGF ditolak, yang mengindikasikan bahwa keputusan pemerintah Indonesia tetap berlaku dalam hal ini.
Kekecewaan IGF dan Sikap Pemerintah Indonesia
Shenar mengungkapkan rasa frustrasinya dengan ketidakadilan yang menimpa atlet Israel. Ia menyebut bahwa ini adalah akhir dari perjalanan mereka dalam kompetisi kali ini, tanpa ada cara untuk mengatasi rasa sakit yang dirasakan para pesenam.
Dalam pernyataannya, ia juga berharap bahwa keputusan CAS dapat menjadi sinyal bagi dunia bahwa diskriminasi terhadap atlet berdasarkan nasionalitas harus diakhiri. Ia menekankan pentingnya memberikan kesempatan yang adil bagi semua atlet, tanpa terkecuali.
Pemerintah Indonesia, di sisi lain, tetap pada pendiriannya untuk menolak visa para atlet Israel. Keputusan ini didukung oleh Federasi Senam Internasional (FIG), yang membenarkan tindakan tersebut dalam konteks tantangan sebagai negara tuan rumah.
Proses Banding dan Penolakan Visa
IGF telah berusaha sekuat tenaga untuk mengajukan dua kali banding pada 10 dan 13 Oktober. Dalam banding tersebut, IGF berharap agar CAS dapat memberikan keputusan yang berbeda terkait enam atlet yang visanya ditolak.
Keenam atlet yang terkena dampak termasuk beberapa nama terkenal seperti Artem Dolgophyat dan Eyal Indig. Ketidakpastian ini menambah beban mental bagi mereka, yang sudah bersiap-siap untuk kompetisi.
CAS menyatakan bahwa mereka mempertimbangkan permohonan tindakan sementara yang mendesak namun akhirnya memutuskan untuk menolak kedua permohonan yang diberikan oleh IGF. Ada rasa kecewa yang mendalam, terutama bagi atlet yang bercita-cita untuk berkompetisi di level tertinggi.
Pernyataan resmi dari Federasi Senam Internasional
FIG juga telah memberikan tanggapan resmi tentang situasi yang terjadi, menilai bahwa mereka memahami tantangan yang dihadapi Indonesia sebagai negara tuan rumah. Pernyataan ini mencerminkan keinginan mereka agar semua atlet dapat merasa aman dan nyaman saat berkompetisi.
FIG menginginkan agar lingkungan kompetisi bisa dibangun dengan baik, yang memungkinkan atlet dari berbagai negara untuk berpartisipasi tanpa ada hambatan. Mereka berharap bahwa masa depan olahraga internasional tidak akan dipengaruhi oleh kebijakan diskriminatif.
Peristiwa ini menciptakan pertanyaan lebih lanjut tentang bagaimana politik dapat memengaruhi olahraga. Ada keyakinan bahwa badan-badan olahraga internasional perlu bertindak lebih tegas dalam menghadapi diskriminasi ini demi masa depan yang lebih baik.